Lilik Dwi Asfiana

Permainannya amat luar biasa!
            Dengan karisma yang amat menyejukkan mata itu, tubuh jangkungnya meliuk-liuk sembari memegang erat bola karet merah lumayan besar diantara para pemain luar kandang yang memang berambisi sama dengannya. Was-was, manik hitam matanya bergerak teratur ke segala arah. Ke samping, ke depan, dan kalau memungkinkan ke belakang. Seorang pemain bernomor punggung sama dengannya, namun jelas berbeda tim, berusaha mematahkankan segala usaha kerasnya mengendalikan permainan. Hampir saja bola merah itu raib dari cengkramannya kalau saja gerakan menghindar yang amat sempurna itu ia praktekan telat sedetik saja. Pemain itu dibuatnya pasrah karena langkahnya untuk menuju kemenangan tinggal hitungan detik. Benar saja, tubuh jangkungnya melompat menggapai tepian ring. Cukup lama ia bergelayutan disana. Membuat sekian pasang mata berharap cemas. Dan nampaknya ia amat menyukai saat-saat itu. Saat dimana jantung-jantung dalam keadaan berdebar kencang menunggu hasil yang akan ia ciptakan. Nama besar sekolah memang sedang ada dalam genggaman tangannya.
            Akhirnya, saat-saat mendebarkan itu sirna juga. Setelah lumayan lama bergelayutan di ring, bola basket itu ia jatuhkan kedalam ring. Sekian detik berlalu, deru keras hentakan kaki penonton di tribun membahana. Tepuk tanganpun tak terhitung lagi banyaknya. Semua mata tersenyum. Lebih tepatnya terpikat dengan permainan yang disuguhkan begitu apik olehnya. SMP kami menang telak.
            Sesaat setelah wasit meniup peluit tanda pertandingan telah usai, ku lihat dia tersenyum. Senyum yang amat manis. Para suporter segera berhamburan ke lapangan untuk sekedar mengucapkan selamat atau bahkan meminta foto. Dia memang pemain idola di sekolah. Dia jadi bahan pembicaraan cewek seisi sekolah. Dia pahlawan sekolah. Dan yang lebih membanggakan lagi, dia adalah teman sekelasku!
            Aku kenal dia nggak begitu akrab. Aku cuma tahu nama sapaannya, nama lengkapnya, nomor absennya, dan hobinya—kelewatan kalau nggak tahu. Sedangkan alamat rumahnya, makanan favoritnya, asal sekolahnya dan selebihnya aku nggak tahu. Tepatnya nggak kepingin tahu. Dia pasti juga sama denganku. Itu karena kami sama-sama nggak punya kepentingan satu sama lain.
            Sampai suatu ketika, ku dapati tubuh jangkung itu meringkuk di bangku depanku. Astaga! Ternyata dia bakalan tetap jadi penghuni bangku itu untuk selamanya di kelas 8 ini. Aku merasakan keganjalan yang amat. Kenapa aku ini? Kenapa darahku mengalir lebih deras dari sebelumnya? Juga jantung ini, kenapa nggak ada capek-capeknya melompat kesana kemari?
***
“Ana, kamu bisa bantu aku nggak?” Suara khasnya memaksaku untuk mendongak. Beralih konsentrasi untuk sekedar tahu bagaimana kelanjutan omongannya.
            “Bisa nggak kamu bantu aku menyelesaikan tugas matematika?” Permintaaan yang berujung keheningan itu kini mendera hatiku. Dia, setelah seminggu duduk di depanku dan tanpa pernah menyuguhkan ekspresi menyenangkan itu kini menoleh ke belakang. Menatapku lurus-lurus. Apa ini? Ini nyata?
            Susah payah aku meretas rasa nggak percayaku. Ini dia. Sebuah cela buatku untuk lebih jauh “bermain” dengannya. Cela kecil yang akan ku masuki diam-diam. “Bisa!”
            Dia ternyata nggak jago dalam segala bidang. Keunggulannya memang di basket. Tapi, kelemahannya hampir di segala bidang pelajaran. Aku maklum, pastilah waktu untuk belajarnya kemakan buat latihan basket saban hari yang pasti juga membutuhkan stamina yang besar. Soal matematika memang jadi momok bagi sebagian siswa. Tapi nggak untukku. Berderet-deret angka sanggup ku lumat habis tanpa ampun. Inilah satu-satunya pelajaran yang jawabannya selalu pasti. Nggak butuh rangkuman pelajaran banyak-banyak.
Diky, begitulah dia disapa, berkali-kali terlihat garuk-garuk kepala. Mungkin penjabaran dariku tadi masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Saat ku tanya mengertikah dia dengan penjabaranku tadi, dia malah tersenyum. Inilah bagian yang aku suka. Saat kedua bibirnya merapat dan bergerak melebar. Manis sekali. Sayangnya, senyum nan manis itu hanya berlangsung sekejap. Ujungnya, dia malah ketawa cekikian. Tawa yang khas yang membuat hasrat tertawaku langsung pecah. Inilah dia, si jangkung yang mengaku memiliki tinggi 175cm yang diam-diam menyelipkan “secuil” perasaan setiap kami sedang terlibat adu pandang.
***
            Romantika perjalanan pedekate kami akhirnya mencapai ambang batas. Si jangkung ini ternyata jauh dari tafsiranku. Ku kira dia sebodo amat sama urusan “perasaan”. Namun tidak! Dia lebih terlihat sempurna saat mengirimiku sebuah SMS. Entah apa itu yang dinamakan cara seorang cowok nembak cewek dengan tidak wajar. Ku kira ia hanya bercanda atau salah kirim. Namun saat ku komfirmasi ulang, dia kembali mengirimkan SMS yang isinya sama. Itu berarti dia serius.
            Dia kembali meminta jawaban saat kami sedang di kelas. Dan kebetulan berduaan. “Jawabanmu apa, An?” Oh tidak! Bunuh saja aku! Aku nggak kuat melalui semua ini.
            Aku hanya diam. Yah, mulut ku terlalu pengecut untuk bersuara “iya”. Jawaban yang kuberikan hanyalah lewat sebuah anggukan kecil. Alhasil, dia tersenyum penuh makna.
***
            Seketika kulemparkan tubuhku kuat-kuat ke kasur. Bayangan wajah Diky agaknya nggak mau lepas dari pikiranku. Apa sih maunya? Apa gunanya selama ini dia buat aku melayang oleh deretan kata-kata seanggun itu, meskipun lewat SMS. Dan apa gunanya pula dia mengirimi MMS fotonya pas pertandingan lalu? Apa ia hanya ingin aku terkulai seperti saat ini? Nangis bombay nggak jelas?
            Cuma karena seorang temen dekatku tahu hubungan kami, dia jadi pecundang seperti ini? Belum genap juga seminggu kami jadian. Cuma dua hari aku menyandang status sebagai “pacar gelapnya”. Yah, pacar gelap! Memang sulit menjalani hubungan kami ini. Hubungan yang terahasiakan!
            Segenapnya aku menghitung detikan jarum. Aku mohon, hari segera beranjak malam. Agar aku bisa memanfaatkan gulitanya malam. Akan ku tenggelamkan si jangkung itu ke warna kelamnya malam. Ku harap selamanya malam mengisi waktu. Agar dia nggak akan terbit lagi dan menyuguhkan sinarnya kepadaku.
Aku dapati segores kenyataan ini, mengalirkan segala emosi di hati
Cintaku hanya setinggi 175 senti
Tapi pahitnya aduh gusti…
Sepertinya si jangkung itu menghadiahkan sebuah hikmah untukku. Hal yang nggak mungkin bisa saja jadi mungkin. Tinggal bagaimana kita memahaminya, mencernanya, dan menerima konsekuensinya.


Lilik Dwi Asfiana
"Maaf penyakit anak bapak tak bisa lagi disembuhkan"
Aku tak lagi berdaya mendengar ucapan dokter itu, dalam hati ak mendongkrak begitu keras. Memang dokter itu Allah yang bisa memvonis orang seenaknya saja? Tapi apa daya tak ada gunanya hal ini. Hanya membuat aku sakit hati.
Hari demi hari kulewati dengan langkah gontai. Tak ada kesembuhan yang menghampiriku, justru malah banyak cercaan yang banyak dan sering bahkan selalu menghampiriku. Aku hanyalah hamba Allah yang tak berguna. Aku bukanlah orang yang sesempurna kalian pikir. Aku hanya manusia biasa.
Setiap kali aku merenung, aku selalu terbayang tingakah mereka terhadap kku. Aku tak secantik Lady Gagah, tak sekaya Bakrie, tak secerdik Gayus, dan tak selucu Sule. Tapi inilah diriku yang apa adanya. Yang selalu menerima semuan ini apa adanya.
Lilik Dwi Asfiana
Cinta....
Sahabat...
Kita sebagai manusia sosial tak akan lepas darihal itu
Dua komponen yang sangat kita perlukan saat ini.
Kadang kala kita menyia-nyiakan Cinta... Padahal kita hidup butuh cinta. Cinta dari seorang ibu, ayah dan saudara. Cinta merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh setiap individu. Kita tak akan hidup tanpa cinta seorang ibu. Tak akan bertahan tanpa cinta seorang ayah. Tak akan bersemangant tanpa cinta dari saudara. Kita butuh naungan untuk bertahan agar terlindungi.

Itulah makna cinta.
Namun, disisi lain kita juga butuh sahabat. Membutuhkan persahabatan untuk mengerti indahnya kebersamaan. Kita butuh untuk berbagi agar mengerti pahitnya hidup ini. Kita butuh teman untuk mengerti kita satu sama lain. Asal kita mau memahami sedikit saj aap yang dirasakan oleh orang lain agar kita tak menjadi manusia yang egois. Kita juga memerlikan sebutir kepedulian dari seorang sahabat.
Itulah makna persahabatan.

Antara Cinta dan persahabatan tak akan bisa pudar. Semua berhuibungan erat satu sama lain.
Jangan pernah menyia-nyiakan cinta dan sahabat.
Lilik Dwi Asfiana
Seiring bergulirnya waktu,
Terlepas dari detik-detik yang amat percuma untuk dilewatkan begitu saja,
tanpa adanya sebuah usaha untuk mengabadikannya dalam bayang-bayang kenangan,
terlebih sungguh berharganya kenangan itu hingga terekam oleh memory otak dan tak mudah tuk terhapuskan dengan kisah yang terselubung tawa canda nan jerit pilu lakaonnya.
Kenangan, begitu berartinya kata itu.

Aku bersyukur telah dapat menikmati waktu bersama kalian. Suka, duka, tawa dan canda kita lewati bersama dengan senyuman. Aku sadar dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan. Tapi sampai pada detik dimana aku menulis ini aku masih menginginkan canda tawa kalian yang setiap saat menghibur juga menyebalkan. Apa daya kita hanya bisa pasrah dengan takdir ini.
Disaat kita melakukan hal baru, semua dari protes akan perubahan itu. Namun, itulah yang dinamakan peduli..
Disaat kita tak menutup kenyataan, semua protes akan itu. Namun, itulah yang dinamakan setia.
Disaat kita down, semua menyuruh untuk bangkit dari kesalahan itu. Namun, itulah yang dinaman motivasi.

Kawan....
Dunia ku sepi tanpa kalian.
Lilik Dwi Asfiana
Cinta dan Sahabat. Dua komponern yang tak pernah luput dari kornea mata semua orang. Hidup tanpa cinta, terasa hambar. Hidup tanpa sahabat terasa tak ada gunanya. Namun, mengapa kita sering menyia-nyiakan keduanya? Apakah kita tak tahu makna cinta dan sahabat?

Persahabatan dan Cinta adalah teman terbaik kerana dimana ada Cinta, persahabatan selalu berada disampingnya. Dan dimana persahabatan berada, cinta selalu tersenyum ceria dan tidak pernah meninggalkan persahabatan. Pada suatu hari, persahabatan mula berpikir bahwa Cinta telah membuat dirinya tidak mendapat perhatian lagi karena persahabatan menganggap cinta lebih menarik daripada dirinya.

Persahabatan merupakan bentuk hubungan yang indah antara manusia, dimana cinta hadir untuk memberikan senyumnya dan mewarnai Persahabatan. Tanpa Cinta, Persahabatan mungkin akan diisi dengan kecewa, benci, marah dan berbagai hal yang membuat persahabatan tidak lagi indah. Berhentilah membuat batas antara Cinta dan Persahabatan, biarkan mereka tetap menjadi Teman baik. Cinta memperindah persahabatan kita.

Buat teman-teman yang sedang kecewa dengan Persahabatan. Renungkanlah;?
Apakah saya sudah menjalani Persahabatan dengan benar??
Dan cobalah memahami arti persahabatan buat hidupmu. Keinginan, semangat, pengertian, kematangan, kelemahlembutan dan segala hal yang baik akan engkau temui dalam persahabatan.